Ade Armando: Al Quran & Sunnah Adalah Biang Masalah dan Pangkal Bencana

Ade Armando: Al Quran & Sunnah Adalah Biang Masalah dan Pangkal Bencana


Dalam pandangan Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Ade Armando, Al Qur’an dan Sunnah adalah biang masalah dan pangkal bencana. Al Qur’an dan Hadits tak bisa dijadikan sumber hukum, karena dinilai terbelakang, tidak relevan dengan masa kini dan dalam kacamata modern.

Pandangan pemikiran Ade ini disampaikan dalam Pidato Kebudayaan yang berjudul “Agama Ideal di Masa Depan” di Pisa Kafe Mahakam, Jl. Mahakam I No.11, Jakarta Selatan, Jum’at (1/4/2016) malam.

Ade memberikan contoh hadits-hadits yang dianggap memiliki tingkat keshahihan tinggi,  “Rasulullah mengutuk laki-laki yang berpakaian seperti wanita dan berpakaian seperti laki-laki”.  Ia juga menertawai hadits yang mengatakan, “Lima Tuntunan Fitrah: khitan, mencukur bulu di sekitar kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, memotong kumis”.

Hadits yang dikritiknya lagi adalah, “Menguap itu dari setan. Maka apabila seseorang di antara kamu menguap, hendaklah ditahannya sedapat mungkin. Sesungguhnya jika seseorang di antara kamu mengatakan ‘ha’ lantaran menguap, tertawalah setan.”

Ade juga protes dengan hadits yang berbunyi, Rasulullah mengutuk pembuat tato dan yang meminta ditato. Kemudian Sabda Rasulullah yang mengatakan, “Neraka diperlihatkan padaku, di sana aku mendapatkan kebanyakan penghuninya adalah wanita yang tidak bersyukur dan tidak berterima kasih kepada suami atas perbuatan baiknya.”

Hadits yang juga ditertawai, “Apabila salah seorang hendak dari kalian sedang shalat, lalu salah satu hendak melewati batas yang ia letakkan, hendaklah ia menghadangnya. Apabila orang itu menolak, hadanglah ia dengan tenaga yang lebih keras.”

Ade juga mempertanyakan sabda Nabi: “Apabila kamu berkata kepada temanmu di hari Jumat, diamlah. Padahal imam sedang berkhutbah, maka sesungguhnya engkaupun salah.” Ade pun terusik dengan hadits, “Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istri enggan, sehingga suami marah pada malam harinya, malaikat melaknat sang istri sampai waktu Subuh.”

Lebih lanjut Ade tidak menerima, “Laki-laki mana saja yang murtad, maka ajaklah dia (kembali pada Islam), jika ia tidak mau kembali pada Islam, maka bunuhlah ia. Perempuan mana saja yang murtad, serulah ia kembali pada Islam, jika mereka tidak mau kembali, maka bunuhlah mereka.”

Dari beberapa hadits tersebut, Ade Armando berkomentar, “Betapa bermasalahnya hadits untuk bisa dipercaya sebagai hukum yang harus ditegakkan. Kalau dilihat dari kacamata metodelogi ilmu pengetahuan modern, memang tidak pada tempatnya lagi hadits dijadikan sebagai hukum Islam saat ini.”

Kata Ade, harus diubat mindset bahwa hadits adalah hukum, karena hadits pada dasarnya memiliki begitu banyak kelemahan. Hadits penting untuk dipelajari sebagai rujukan, sebagai panutan, sebagai panduan, sebagai catatan sejarah. Namun pada saat yang sama, umat Islam harus sadar bahwa proses pembakuan hadits menyebabkan kita seharusnya tidak memandangnya sebagai kebenaran yang tidak terbantahkan.

“Menurunkan derajat hadits dari hukum menjadi panduan atau sekadar ilustrasi sejarah bisa menjadi penting dilakukan karena banyak sekali bentuk kekerasan atau penindasan HAM, anti demokrasi yang saat ini bersumber dari hadits,” ucap Ade lagi.

Hadits Dianggap Irasional

Dikatakan Ade, masalah yang ditimbulkan ketika hadits-hadits semacam itu dipercaya sebagai bagian dari aturan yang harus dipatuhi oleh umat Islam sampai saat ini. Ajaran itu tidak masuk akal dan tak bermanfaat. “Masa sih setan makan dengan tangan kiri.”

Ade memberi contoh, kontroversi LGBT bulan lalu, ketika Tifatul Sembiring menyebarkan hadits dalam akun twiternya, bahwa Nabi Muhammad memerintahkan umatnya untuk membunuh kaum gay. “Bila hadits semacam ini digunakan sebagai hukum, kita bisa bayangkan betapa tidak beradabnya masyarakat yang terbangun dengan hukum seperti itu.”

Ade mengaku tidak anti sunnah dan hadits. Namun untuk menjadikan Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam, hadits tidak bisa dijadikan hukum. Begitu juga al Qur’an adalah hukum yang diterapkan sepanjang masa. Tapi kata Ade, Allah dan Nabi Muhammad sendiri tidak pernah mengatakan begitu.

“Al Quran itu jelas bukan kitab hukum. Kalau Tuhan menurunkannya sebagai kitab hukum, ya bentuknya tidak seperti Al Qur’an yang kita kenal sekarang. Ade mengajarkan Tuhan seperti ini: Tuhan tinggal menulis, kurang lebih: Inilah hal-hal terlarang dan hukuman yang harus diberikan kepada pelanggar hukum. Atau, tulis saja,  satu, dilarang membunuh orang. Hukum membunuh orang: jiwa dibalas jiwa. Kedua, membunuh bisa dilakukan kalau untuk mempertahankan diri, Ketiga, yang dimaksud mempertahankan diri adalah….”

Ade berucap, Al Quran tidak ditulis dengan cara seperti itu. “Kalau Tuhan memang ingin Al Quran menjadi kitab hukum, tidak masuk akal mengapa Dia menuntut umat manusia mencari-cari sendiri hukum yang dimaksud di antara ribuan ayat yang ada.”

Al Quran Disebutkan Bukan Kitab Hukum

Ade Armando mengatakan, Al Quran bukan kitab hukum. Sebuah teks adalah produk zamannya. Dia mencerminkan kondisi sosial-politik-budaya-ekonomi zamannya. Begitu umat Islam membaca Al Qur’an sebagai kitab hukum, disitu masalah dimulai. Menjadikan isi Al Qur’an sebagai hukum yang harus ditegakkan sepanjang masa, dianggap keliru.

Keliru, karena kata Ade, ketika itu Tuhan sedang berbicara kepada komunitas barbar di jazirah Arab yang mayoritas penduduknya buta huruf, tidak menghargai intelektualitas, sangat patriarkis, memercayai perang fisik sebagai cara untuk menyelesaikan pertikaian dan memperoleh kekuasaan, memiliki tradisi perbudakan manusia, mengambil pampasan perang dan seterusnya.

Ade memahami Al Quran memuat banyak ayat yang bernada penuh kemarahan dan mengandung semangat peperangan. Sebagai contoh, Ade memuji apa yang dilakukan Paus Fransiskus dengan mencuci kaki pengungsi muslim di Italia. Tindakan Paus itu mencerminkan rasa persaudaraan antar umat manusia.

Ade juga menyinggung keriuhan kontroversi memilih pemimpin kafir di DKI disebabkan cara memandang Al Qur’an sebagai kitab hukum. Para penolak Ahok berkeras bahwa QS Al Maidah yang memerintahkan agar orang beriman tidak mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin.

Ayat Al Qur’an tentang perang, membuat Ade berpandangan bahwa betapa bahayanya menganggap Al Quran berisikan perintah Allah yang harus kita patuhi sepanjang zaman, dimanapun kita berada.

Di akhir pidatonya, Ade menyimpulkan, umat islam di dunia akan terus tumbuh dengan percepatannya. Ade bertanya, “Apakah Islam akan membawa manfaat atau mudharat bagi dunia?”

“Saya percaya, Islam hanya akan bermanfaat bila Islam berhenti menjadi hukum. Sudah tidak saatnya lagi menegakkan syariat Islam. Sudah bukan pada tempatnya mendengar pertanyaan di acara mimbar agama islam, di antaranya pertanyaan seperti: ‘Apa hukumnya sorang muslim pindah agama?'”

Ade berseloroh, “Selama kita percaya dengan hukum Islam, ketika itu pula kita menjadi Islam terbelakang. Dalam pandangan saya, cara terbaik untuk melihat Islam adalah memandang Islam sebagai ideologi, sebagai ide. Sebagai kesatuan gagasan dan keyakinan ideal tentang bagaimana manusia berperan sebagai khalifah di dunia yang akan membawa rahmat bagi sekalian alam.”

Dengan yakin Ade berkeyakinan, “Al Qur’an dan Sunnan diturunkan hanya untuk di zaman Nabi. Hukum Islam hanyalah gagasan. karena itu yang harus dipelajari bukanlah hukumnya, melainkan gagasannya.”  (ip)

Sumber [NBCIndonesia.com]



2 comments:

  1. Barang siapa tidak menetapkan hukum dari apa yang telah Allah perintahkan,maka ia termasuk orang kafir.

    Wajar donk kalau orang kafir berkata seperti mas ade.

    ReplyDelete

Contact Us

Name

Email *

Message *

Back To Top